Jumat, 17 Juni 2011

PERJALANAN CINTA MENUJU SUKU BADUY DALAM

Waktu itu dimulai dari acara PKL Goes to Baduy, berangkat naik bis travel GSM hari Minggu, 5 Juni 2011 aku dan anak-anak Geografi 2008 begitu semangatnya. Perjalanan pun dimulai dengan suka ria….
Hari senin, 6 Juni 2011 pukul 10.00 WIB, setelah menempuh perjalanan dengan bus yang sangat melelahkan, akhirnya kita semua sampai juga di Baduy luar. Eits,, ini perutku kramm, maklum hari pertama. Semua sudah dirancang dan direncanakan dengan matang, aku masuk Tim 15 orang yang masuk ke suku Baduy Dalam. Tim ini aku namakan sebagai The 15 Baduy’s Warriors Way (hah ha). Tim tangguh ini terdiri dari Aku, Andhikka (ceweknya Cuma 2), Pak Gunardo, Pak Taka, Gunandar, Puron, Si Mes, Adi, Rohmat, Papa Jo, Imanul, Ade, Brantas, Zein, Abenx, and Ms GSM yang aku gak tau namanya. Katanya sih namanya Om Ali..

Kita semua sudah kumpul di pendopo Baduy Luar, semua sudah bersiap-siap dan memulai perjalanan pada pukul 12.00 siang. Panasnya lumayan, maksudnya lumayan bisa bikin orang pingsan. Perutku masih trouble, tapi dengan tekad kuat aku menguatkan hasratku untuk tetap
masuk ke Baduy Dalam. Perjalanan yang akan kita tempuh kurang lebih 12,5 Km yang tentunya medan yang akan kita lewati begitu surprise dan penuh kejutan.
Betulkan, tanjakan kemiringan lereng pertama begitu memacu adrenalin, huh….fight!! Pak Gun sudah teller lalu minum obat, hah maklum usianya sudah mau kepala 6 (he he). Langkah awal perjalanan sudah membuat Tim 15 orang terengah-engah. Tapi setelah jalan menempuh kurang lebih 2,5 Km kita semua dikejutkan dengan keberadaan Danau yang sangat indah yaitu D. Ageng. Lalu kita semua foto-foto bersama pemandu dari Baduy Dalam. Ooo iya, guide kita ada 5 orang dari Baduy Dalam namanya Aa’ Jali, Aa’ Jukri, Aa’ Yuli, Arman, dan yang lainnya gak tau namanya. Mereka semua orang-orang Baduy yang kuat-kuat dan selalu ramah dalam menuntun rute perjalanan kita.

Setelah foto-foto di pinggir danau, minum bentar dan melanjutkan perjalanan lalu kita menemui lumbung padi milik suku Baduy Luar. Nah ini nih, yang menjadi salah satu ciri khas dari orang Baduy selalu mempunyai lumbung, sebagai tempat penyimpanan hasil berladang. Rumput di Baduy begitu bagusnya kayak rumput sintetis tapi itu beneran alami, indahnya. Kanan-kiri perjalanan kami dipenuhi rimbunan pohon bambu yang berjajar dengan rapinya. Dalam perjalanan aku mengobrol dengan Arman, guide Baduy Dalam yang masih berumur 14 Thn. Aku malah ditanya, “kakak udah berkeluarga?” Tanya Arman. “Belum, kakak baru 21 Thn man”, sahutku. Kata Arman, “Kalau di Baduy Dalam seumuran kakak sudah punya 3 anak”, katanya sambil tertawa (hah ha). Dan aku pun menikmati perjalanan ini.

Bekal minum kita sudah habis, kemudian kita minum di pancuran bambu dari mata air. Wauw, begitu segarnya air mineral yang benar-benar langsung dari alam, jernihnya…. Melanjutkan perjalanan lagi hingga pukul 14.00 kita sudah mau memasuki daerah Baduy Perbatasan. Nah disini nih, HP harus dimatikan gak boleh foto-foto, dan tetap harus tunduk dengan aturan yang sudah disakralkan di Baduy Dalam. Dan tentunya kita tidak boleh “Tanya Kenapa”!!

Kemiringan tanjakan yang sudah tidak wajar jika diukur dengan ubnilevel, lembah ngarai yang super curam, jalan setapak yang berada di bukit menjulang lebih tinggi harus kita tempuh lagi. Mungkin saking capeknya kramm perutku sudah aku lupakan (he he), sampai tak terasa. Setelah kita menempuh perjalanan yang cukup melelahkan kita semua makan siang, beristirahat dan berhenti sejenak di dekat rumah milik orang Baduy. Karena aku belum lapar, jadi aku gak mau makan takutnya nanti malah sudukken malah jadi repot. Rumah Baduy selalu menyediakan air minum dalam botol di depan rumah, hal ini fungsinya untuk minum bagi siapa saja yang baru dalam perjalanan orang Baduy Luar maupun Baduy Dalam. Sangat baguskan rasa sosialnya, nah pas berhenti kita ketemu anak kecil kira-kira usia 4 Thn aku Tanya namanya Jamidi. Anak usia segitu di Baduy sudah bawa golok di pinggangnya. Busyet, tapi tetep aja gak ada kriminal untuk menyalahgunakan golok itu karena fungsinya untuk alat apa aja.

Tim 15 orang melanjutkan perjalanannya, tanjakan yang sangat panjang dan curam kita lalui dengan penuh cinta dan kemesraan. Kita semua menjejakkan langkah kaki setapak demi setapak, begitu dahsyatnya semua sudah berada di ujung tanjakan, tapi kita berhenti menunggu Abenx, Pak Taka, Rohmad & Andhikka. Sambil berhenti kita berteduh dari godaan panas matahari yang tak kami hiraukan. Sambil menikmati indahnya alam yang Engkau ciptakan Ya Rabb… Deretan lekukkan tubuh pegunungan yang begitu memukau… Subhanallah….
Akhirnya tanjakan terakhir terlewati juga!!
Ya Allah indahnya bukit Baduy, sungai, lembah, menyatu dengan keindahan dan kekuatan-Mu. Dipuncak tanjakan yang paling erotis sekitar pukul 15.00 telah kita lewati. Kemudian kita saling menunggu satu sama lain. Ngobrol ama Arman lagi, dia bercerita tentang kisahnya suka mengantar orang-orang (tamu) yang mau masuk ke Baduy Dalam, asik juga anak ini.

Sayup-sayup terdengar segala candaan hewan-hewan endemic yang bercengkrama. Burung-burung, serangga berkicau mengalun nada simfoni keindahan menambah asrinya alam Baduy. Sungguh, disini alam menyatu dengan manusia, manusia pun menyatu dengan alam. Keseimbangan alam ini begitu alami, ramah dan belum teracuni oleh kemodernitasan yang angkuh.

Pukul 15.25 kita menunggu di tanjakan terakhir dengan diiringi nada dering alami kicauan burung yang memiliki aransmen musik yang sulit untuk diintepretasikan, masuk dalam kriteria jenis musik apa. Aku lihat Pak Gun sudah Nampak pucat di semburat wajahnya, lalu aku bilang “Tekad kuat yang mau mengantar Pak Gun hingga Baduy Dalam”. “Karena tekad kuat akan mengalahkan kekuatan fisik yang lemah”, kataku dan ia pun mengiyakan pernyataanku tersebut. Perjalanan pun masih kita lanjutkan, tapi kita mendengar alunan sungai yang terdengar gemericik air. Kita menemui jembatan bambu yang mengartikan kalau kita sudah sampai di lokasi suku Baduy Dalam. Alhamdulillah… Sekarang aku akan melewati jembatan itu, Bismillah….
Aku, Adhe, & Brantas (kami bertiga) terjebak di dalam permukiman kampung suku Baduy Dalam, karena banyak rumah dan kita belum tau rumah Baduy mana yang harus kita tuju, jadi harus nungguin orang-orang yang masih tertinggal di belakang. Ketenangan, kesunyian, dan kedamaian aku rasakan di suasana kampung Baduy Dalam. Kita sampai pukul 17.00 kemudian masuk ke rumah Baduy, kita semua ngobrol bareng dan menyatu dengan keluarga Baduy Dalam. Sambil menikmati suguhan minuman gula aren yang segarnya sudah tidak bisa dipertanyakan lagi. Nikmatnya… manisnya dapat mengganti energi perjalanan yang telah hilang.

Satu-persatu akhirnya pergi ke sumber air pancuran untuk bersih-bersih. Yaa, karena sabun, deterjen, odol, dan lainnya tidak diperbolehkan di Baduy Dalam sehingga kita hanya bersih-bersih seperlunya. Kebetulan didalam perjalanan tadi dipotongin tanama Once’ katanya itu untuk mandi. Setelah ditumbuk batangnya aku ma Andhikka mengoleskan ke tubuh, kaki, tangan, wajah, hmm… baunya wangi alami kayak serai, bersih juga. Ternyata tanpa sabun mandi pun alam sudah menyediakan Once’ untuk kita (he he). Di bawah jembatan bambu banyak anak kecil yang mandi, mendengar suara jeritan keceriaan yang sangat menyenangkan.

Malemnya, pukul 19.00 kita Tim 15 orang kumpul di Baduy Dalam, makan bersama kita disuguhi ubi rebus asli Baduy yang masih hangat. Kita makan bersama di dalam rumah kira-kira ada 25 orang, karena rumah yang kita tempati ada 2 keluarga. Kita semua makan dengan diterangi cahaya lampu minyak sayur yang menjdikan makan malam kita terasa lebih romantis. Pak Gun membeli madu asli Baduy kita semua harus minum, ada yang beli golok dan aksesoris lainnya. Malam ini kita akan merasakan bermalam di Baduy Dalam, tidur di rumah asli Baduy. Pukul 21.00 semua sudah kecapekkan waktunya untuk beristirahat. Ke-15 orang sudah berjajar rapi untuk tidur, kata Pak Gun, “Kita kayak gereh (ikan asin) yang sedang dijemur”. But it’s Okay, badan sudah capek and butuh isirahat.
Semua sudah tidur terlelap, dengan mimpi masing-masing. Mungkin sudah tanpa mimpi lagi Karena saking terlelapnya.
Hari sudah berganti menjadi Selasa, 7 Juni 2011, kita semua sepakat untuk bangun jam 4.00 pagi. Kita semua menikmati tidur pulas kita, badan terasa lebih fresh. Semua keluar menuju sumber air pancuran, wauww… karena suasana masih gelap dan tidak ada cahaya listrik apapun sehingga cahaya kerlip bintang di langit memancarkan terang keindahannya, Subhanallah… kabut tipis cahaya di selatan yang katanya merupakan lempengan pinggir galaksi Bimasakti terlihat begitu jelas dan mempesona. It’s wonderful….
Kita semua packing pukul 5.00 pagi, kita akan berjalan untuk meninggalkan kampung Baduy Dalam. Rasanya hati ini tak rela untuk segera meninggalkan kampung Baduy Dalam yang menyimpan sejuta kenangan. Sedihh,,,
Akhirnya jejak tapak kaki ini semakin lama semakin menjauh dari kampung Baduy Dalam. Dengan nyala senter kita diperbolehkan untuk menerangi jalan kita. Kita semua sudah pamit dengan Bapak yang punya rumah, pengen nsngis, masih teringat dan aku kayak mengikuti program reality show “Andai aku menjadi”…. Dan itu telah aku lalui. Untuk pulang kita harus melewati rute perjalanan yang berbeda, yang katanya lebih jauh. Kita melihat jamur yang bisa menyala, karena mengandung fosfor sehingga tanpa ada gangguan cahaya lain jamur aja bisa menyala di Baduy, ohh indahnya.

Dalam perjalanan pulang ke-15 orang berjalan beriiringan sambil pada kentut-kentutan, maklum pagi-pagi, mungkin ini juga efek dari ubi rebus yang kita makan tadi malam. Kentutnya Si Mes yang paling menggoda, sampai semua pada nyumpahin Si Mes. Semua pada ketawa….(hah ha)

Siulan burung ohhh begitu mesra, udara pagi yang sangat menyehatkan, kabut tipis yang membelai pandangan mata, alam yang menampakkan keindahan fatamorgana yang aku nikmati dengan mata kepalaku sendiri. Terimakasih Ya Rabb… Engkau berikan aku kesempatan.

Perjalanan pulang masih panjang, kita mendengar alunan derasnya sungai di bawah, kita bertemu dengan jembatan bambu yang sangat elok. Kita foto-foto dan melanjutkan perjalanan lagi, ada mata air lagi lalu Aku & Pak Taka cuci muka biar awet muda katanya (he he). Eits, catatan perjalananku jatuh di sungai, basah deh, tapi untungnya masih bisa diselamatkan. Perjalanan penuh warna akhirnya kita lewati dan kami Tim 15 orang yang tangguh berhasil sampai di base camp, kita bertemu dengan teman-teman. Kita disambut dengan keceriaan harapan teman-teman.
 
Dan itulah cerita perjalanan Momon memasuki Suku Baduy Dalam yang mengandung sejuta kenangan petualangan yang terekam dalam benak memori otakku. Terimakasih Ya Rabb….


Ditulis Oleh: Amin Fitriyah, di Yogyakarta, 12 Juni 2011  

3 komentar:

  1. Asyik bgt mb'... Wah... semester 6 ini angkatanq bakalan ke mana yah..?? hmmmm.... ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. @Zephyr Princess: iya,, asik bgt tuh, menuju kampung yang bener-bener masih pure alami banget,, mendingan besok pas sem 6 punyamu ngajuin ke tempat-tempat yang pelosok-pelosok gitu aj,, h h, denger-denger apa mau ke lombok po?hi hi

      Hapus