Selasa, 17 Maret 2015

Uma *Rumah Panjang Suku Dayak Kenyah Desa Setulang Malinau

Rabu, 2-07-2014 rencana jalan-jalan kali ini adalah menuju Uma *rumah panjang suku Dayak. Lokasi rumah panjang ini dekat dengan mes, sehingga hanya perlu jalan sebentar menuju tempat ini. Kali ini kita jalan-jalan jam 10.00 siang agar pencahayaan hasil foto lebih bagus dari kemarin. Rumah panjang ini terlihat panjang dan besar sesuai dengan namanya. Terdiri dari beberapa kamar, yang sebenarnya fungsinya adalah sebagai tempat menginap para wisatawan yang berkunjung di desa Setulang ini.
Uma *rumah panjang suku Dayak Kenyah Setulang Malinau
Namun jika dilihat lebih kedalam, rumah panjang ini agak kurang terawat di setiap kamarnya. Zaman dulu, suku Dayak masyarakatnya tinggal bersama-sama di rumah panjang seperti ini. Namun sekarang semua sudah tinggal di rumah masing-masing, dan rumah panjang ini dilestarikan keberadaannya untuk pengembangan wisata desa Setulang. Rumah panjang ini juga penuh dengan ornament-ornament lukisan khas Dayak, jadi kita bisa foto dari berbagai sisi.
Ukiran kayu suku Dayak Kenyah desa Setulang
Hunting foto pada siang hari tentunya lebih menghasilkan gambar foto yang bagus, karena efek pencahayaan matahari yang cerah dan sangat mendukung. Berharap pada waktu itu, seandainya kita dapat mengabadikan dengan kamera DSLR, namun tidak menjadi masalah dengan kamera digital yang selalu menemani di setiap perjalananku setidaknya dapat mendokumentasikan di setiap moment perjalananku yang selalu berbeda.
pesona alam dan budaya desa wisata Setulang Malinau
Setelah puas menikmati keunikan rumah panjang kemudian kita akan menuju balai adat untuk mengunjungi stand warung Bu Aya yang menjual manik-manik khas Dayak. Bu Aya adalah wanita single parent yang kreatif, dia membuat berbagai manik-manik dari kalung, gantungan kunci, taplak meja, dan berbagai anyaman rajutan dari benang wol. Harga manik-manik disini agak lumayan mahal juga, untuk itu sebagai oleh-oleh nanti aku membeli beberapa kalung dan gantungan kunci khas Dayak ini.
di Balai Adat desa Setulang 
Bu Aya selalu menjaga stand warung ini sambil  mengasuh cucu pertamanya yang masih berusia 4 bulan. Waktu itu dia menggendong cucunya itu untuk mengambil jenang untuk makan siang. Cucunya itu bernama *Christian, lantas dengan melihat gendongan suku Dayak Kenyah yang unik kemudian aku ingin sekali mencoba untuk menggendongnya.
Christian *jagoan kecil suku Dayak Kenyah
Dengan senang hati Bu Aya mengizinkanku untuk menggendong Christian dan berfoto bersama di depan Balai adat desa Setulang ini. Aku beruntung sekali bisa berfoto dengan jagoan kecil suku Dayak ini dengan backgrond balai Adat yang sangat bagus.
I like this picture so much :-*
Aku bersyukur sekali ketika menggendong Christian, dia tidak menangis malah justru dia mau melihat di setiap lensa kamera yang sedang menggambil gambarnya. Alhasil walaupun dengan menggunakan kamera HP smartphone milik Dwi Indar, tetap menghasilkan efek gambar foto yang bagus, alhamdulillah.
ukiran kayu khas Dayak Kenyah
Perjalananku kali ini dalam mengelilingi desa Setulang menjadi moment jalan-jalanku yang berbeda. Tentunya berkat ramahnya suku Dayak Kenyah di sini seperti Bu Aya, yang mengizinkan dengan senang hati foto dengan cucu pertamanya yang baru berusia 4 bulan. Semua ini akan menjadi kenangan dan menjadi bagian dari proses perjalanan hidupku selama aku mengabdi mengajar di bagian daerah Kabupaten Malinau ini.
Saat perjalanan menyusuri sungai ke hulu Setulang
Aku akan terus melangkah, melanjutkan perjalanan-perjalanan hidupku, dan menuliskan di setiap moment yang berbeda. Semua ini akan menjadi bagian dari proses perjalanan hidup seorang Amin Fitriyah, yang selalu berusaha untuk berani bermimpi dan memberi nyawa pada mimpi-mimpi itu. Berharap aku bisa menjadi travel writer dan menghasilkan buku perjalanan seorang Amin Fitriyah.

Senin, 16 Maret 2015

Mengunjungi Desa Wisata Setulang Malinau Selatan Hilir Kabupaten Malinau

Senin, 30-06-2014 kebetulan ini adalah hari ke-2 puasa Ramadhan, setelah berlibur untuk beberapa hari di kota, akhirnya aku memutuskan untuk ikut temanku (*Dwi Indaryanti) ke Setulang. Sudah sekian lama aku ingin mengunjungi icon desa wisatanya kabupaten Malinau ini. Untuk perjalanan menuju desa Setulang ini kita harus naik taksi yaitu mobil bak terbuka yang belakangnya ada kursi panjangnya, nah itu yang dinamakan taksi disini, jangan harap taksi di sini sama dengan mobil-mobil sedan seperti di jawa. Perjalanan dari kota Malinau ke Setulang ini kurang lebih ditempuh selama 1 jam perjalanan, namun karena taksi sering singgah untuk menjemput penumpang di suatu tempat, perjalanan bisa ditempuh lebih dari 1 jam. Tarif harga naik taksi Rp 30.000 itu sudah merupakan harga standar di sini. Selain itu untuk naik taksi ke tempat ini kita harus sedia masker atau slayer karena separuh perjalanan jalan belum beraspal dan sangat berdebu. Akhirnya setelah melewati berbagai medan jalan sampailah kita di mes SMP N 1 Malinau Selatan yaitu tempat tinggal Dwi Indaryanti temanku di sini.
*Selamat datang di desa Setulang
Selasa, 1-07-2014 merupakan hari ke-3 puasa Ramadhan, sama seperti di tempatku Long Berang, di Setulang juga tidak ada mushola atau masjid, karena mayoritas masyarakat di sini adalah Suku  Kenyah Ma’ Lung yang semuanya beragama Kristen. Tentunya yang beragama muslim hanya kami pengajar SM3T, untuk itu pada malam bulan Ramadhan ini kita sholat Tarawih, dan tadarus Al quran sendiri setiap malamnya. Benar-benar moment Ramadhan yang berbeda, yang aku alami di sini. Begitu pula untuk bangun saur, selain itu jam sholat fardhu tidak pernah kita dengar suara adzan dari masjid, namun kita sudah punya jadwal imsakiyah bulan Ramadhan sebagai patokan itu semua.

Sore ini saya berencana untuk mengelilingi desa Setulang, karena mes Dwi Indar terpisah dengan kampung jadi kita harus berjalan menuruni bukit untuk sampai di gapura selamat datang desa Setulang. Memang bentuk-bentuk ukiran seni suku Dayak Kenyah sangat bagus di tempat ini, karena pada saat ini desa Setulang baru dikembangkan sebagai desa wisata. Lebih mencengangkan lagi setelah tau kalau pengembangan desa menjadi desa wisata ini dulu studi bandingnya mencontoh desa di Kecamatan Imogiri Yogyakarta, hehe. Perlu diketahui bahwa kecamatan Imogiri Yogyakarta adalah tempat yang dekat dengan tanah kelahiran saya, yaitu kecamatan Pundong Yogyakarta.
ukiran kayu Dayak Kenyah gapura desa wisata Setulang
Selama perjalanan kita sering berjumpa dengan ibu-ibu yang pulang dari ladang, mereka semua berjalan kaki dengan memanggul hasil panen berladangnya berupa buah dan sayuran. Jalan-jalan kali ini kita ditemani Ila & Meida mereka berdua adalah gadis Dayak Kenyah yang sangat menyenangkan, lumayan juga ada yang bantu kita mengambil foto dan bercanda selama perjalanan.
Anike *gadis penari adat desa Setulang Malinau
Selain itu kita juga berjumpa dengan *bunga desa Setulang yaitu Anike, dia adalah gadis Dayak Kenyah yang pintar menari hingga ke berbagai propinsi di Indonesia. Anike ini juga sering tampil di berbagai majalah lokal di kabupaten Malinau. Berharap semoga kelak dia akan mendapatkan beasiswa untuk mendapatkan jenjang sekolah yang lebih tinggi atas bakat-bakat dan presatasinya itu.

Setelah melewati perkampungan, Ila menuju ke suatu rumah dan memfoto nenek yang memiliki telinga panjang dan bertato (suku asli Dayak Kenyah), kemudian aku bilang ke Ila untuk minta izin dengan nenek itu untuk berfoto bersama, lantas dia berbicara bahasa daerah. Alhamdulillah dengan bantuan Ila, kita bisa berfoto dengan nenek Usun. Nenek Usun ini adalah salah satu orang Dayak Kenyah yang memiliki telinga panjang dan bertato di kedua tangannya, dimana tradisi ini sudah banyak ditinggalkan oleh gadis-gadis suku Dayak Kenyah. Sehingga hanya tinggal beberapa nenek tua saja yang memiliki telinga panjang dan tangan bertato ini. Jadi merupakan moment yang luar biasa bisa berfoto dengan nenek Usun ini.
Nenek Usun, wanita Suku Dayak Kenyah desa Setulang
Kemudian kita menuju Balai Adat desa Setulang, dari jauh balai ini terlihat sangat menawan dengan ukiran batik khas dayaknya. Ditambah akumulasi warna lapangan sepak bola dengan rumput hijaunya yang bagus nan menawan. Kebetulan waktu itu lapangan belum terlalu banyak yang main bola, jadi bisa mengabadikan foto di tempat itu.
*Uma biasa disebut rumah panjang atau rumah adat suku Dayak Kenyah
Setelah itu kita lanjut menuju balai adat desa Setulang, tampak dari depan balai adat ini sangat bagus dengan gapura kayu didepannya. Pintunya juga terdapat lukisan orang laki-laki dan perempuan. Pokoknya di setiap sisi balai adat ini penuh dengan lukisan-lukisan khas Dayak. Jadi jika foto dari berbagai sisi yang tampak adalah ornament khas Dayak semua, yang tentunya sangat bagus untuk didokumentasikan.
rumah adat desa Setulang tampak dari depan
Ila adalah gadis berusia 12 tahun, dia akan masuk SMP tahun ajaran ini, sedangkan Meida adalah gadis Dayak yang baru mau naik kelas 6 SD. Mereka semua sangat menyenangkan selama mengantar dan menemani kami jalan-jalan mengelilingi desa Setulang ini. Kita foto bersama secara bergantian, dan bercanda selama perjalanan.

Jam sudah menunjukkan pukul 17.10, cahaya sore sudah tidak mendukung kita untuk mengambil gambar, efek pencahayaan foto agak kurang bagus hasilnya, untuk itu kita memutuskan untuk kembali pulang menuju mes. Kita mengambil jalan berbeda dari jalan berangkat tadi, kita memilih jalan pintas agar cepat sampai ke mes. Setelah melewati gereja kita menjumpai rumah-rumah panggung kecil, kemudian itu merupakan lumbung padi milik suku Dayak Kenyah. Ada beberapa lumbung padi ini, lumayan banyak juga dan semua tertata bersih walaupun penataannya agak kurang rapi. Pada saat melewati lumbung padi ini, terlintas ingatanku di saat perjalananku mengunjungi suku Baduy Dalam di Banten beberapa tahun yang lalu, dimana bentuk lumbung padi ini hampir mirip.
Lumbung hasil ladang suku Dayak Kenyah desa Setulang
Setelah kembali ke mes sudah jam 17.30 padahal kita belum masak sayur untuk berbuka, kemudian kita segera berbegas untuk memasak menyiapkan buka untuk sore itu. Menu kita waktu itu adalah sayur lodeh, telur goreng, tahu goreng dan pop ice cokelat, Ila & Meida ikut menemani kami berbuka sore itu. Benar-benar moment berbuka yang luar biasa setelah hunting foto bersama mereka.

Minggu, 15 Maret 2015

Ikan Pari Manta dan Pelepasan Tukik di Pulau Sangalaki

Selasa 31-12-2013 jam 14.30 tibalah kita di pulau ketiga yaitu Pulau Sangalaki sebelum menepi di pulau ini speed kami berhenti di tengah-tengah laut dan melihat ikan Pari Manta yang berjalan di seberang speed kami, sangat begitu besar. Terlihat 2 bule yang sedang snorkeling di sekitar ikan Pari Manta sepertinya 2 bule itu beruntung bisa berenang dekat dengan ikan tersebut. Kemudian kami diturunkan di lokasi tersebut untuk ikut bersnorkeling. Pak motorist speedboat bilang di lokasi ini pemandangan bawah lautnya sangat indah sehingga disebut sebagai akuarium alam yang indah.
Speedboath yang kita tumpangi
Semua penumpang speedboat yang bisa bersnorkeling segera menyiapkan diri untuk terjun ke laut. Termasuk aku tidak mau ketinggalan, dan kali ini aku memakai selaput kaki katak sebagai pengaman. Setelah aku mengamati karang di bawah benar-benar indah dan sangat asri, namun aku tidak berhasil menemukan ikan Pari Manta. Di laut ini aku menemukan beberapa ubur-ubur lagi namun jumlahnya tidak banyak, masih dalam posisi bersnorkeling kemudian tubuhku terhempas-hempas oleh gelombang. Sepertinya gelombang laut agak terlalu besar sehingga agak berat untuk berenang.

Selang beberapa menit bersnorkeling kemudian guide dan motorist memberi kode untuk segera naik kembali ke speedboat. Sepertinya kondisi gelombang laut agak terlalu bahaya, selain itu ternyata ubur-ubur di laut ini ternyata jenis ubur-ubur yang menyengat dan membahayakan bagi yang bersnorkeling. Posisiku masih agak jauh dari speed untuk itu aku harus berenang menuju ke speed agak cukup berat, namun bisa sampai juga dan segera naik ke speed. Alhamdulillah bisa naik dan mencapai speed dan ternyata ada 2 orang yang belum naik, salah satunya adalah Imah sepertiya dia terbawa arus gelombang laut lagi dan harus dievakuasi, hehe.
Tukik yang akan kita lepas ke perairan pantai di Pulau Sangalaki
Setelah 2 orang berhasil dinaikkan kembali ke speed kemudian kita segera menuju ke daratan pulau Sangalaki, disini kita akan melihat tukik dan melepaskannya kembali ke pantai. Aku turun duluan dari speed dan jalan bersama guide menuju posisi penangkaran tukik, sepertinya Imah dan Wahyu masih makan di speed karena sebelumnya mereka belum makan. Untungnya guide tour kami sangatlah baik, sehingga dia menawarkan diri untuk mengambil fotoku di pinggir pantai pulau Sangalaki yang hamparan pasir putihnya sangat memukau.
di Pantai Pasir Putih Pulau Sangalaki
Setelah puas di pantai pulau sangalaki jam 15.00 kita segera kembali menuju speed dan saatnya perjalanan kembali menuju pulau Derawan. Semua sudah lelah dan lapar disaat perjalanan kembali ke pulau Derawan ini saatnya tidur di speed dan sepertinya gelombang laut sudah tidak terlalu besar, sehingga nyaman untuk tidur di dek kapal. Jam 16.00 kita sudah sampai ke pulau Derawan, mengembalikan alat snorkeling dan kembali ke homestay untuk istirahat. Perjalanan mengelilingi ketiga pulau hari ini sangatlah begitu sensasional dan menyenangkan. Thanks God for your good creation the beautifull islands, *Alhamdulillah.

Sabtu, 14 Maret 2015

Berenang dengan Ubur-Ubur di Danau Tengah Pulau Kakaban

Selasa, 31-12-2013 jam 11.30 saatnya melanjutkan perjalanan kembali menuju pulau Kakaban. Jarak dari pulau Maratua menuju pulau Kakaban ini tidak terlalu jauh, hanya membutuhkan waktu kurang-lebih 45 menit perjalanan dengan menggunakan speedboat. Selama perjalanan menuju pulau Kakaban ini kakiku masih terasa perih luar biasa, benar-benar tersayat karang yang cukup dalam. Selain itu karena kondisi semua basah habis snorkeling di laut jadi terasa begitu lapar, untuk itu kita makan snack ringan yang kita bawa.
snorkelling di Pulau Kakaban
Jam sudah menunjukkan 12.15 guide dan motorist speedboat menyarankan untuk makan siang di atas speedboat. Posisi speedboat berhenti di tengah laut dan bergoyang-goyang, dengan posisi seperti itulah kita makan. Bagi yang tidak tahan dengan posisi makan seperti ini pasti langsung pusing, mual dan muntah, hehe.
Kakaban Island
Setelah makan kita langsung snorkeling di laut pulau Kakaban, sambil menuju ke pinggir tepian pulau Kakaban. Karang di pulau Kakaban ini menurutku lebih bagus dibandingkan pemandangan karang bawah laut di pulau Maratua untuk itu jenis ikan dan hewan lautnya lebih cantik-cantik dan beragam. Temanku Imah dia agak kurang bisa berenang sehingga dia sulit menggerakkan badan untuk menuju tepian pulau, tapi justru terbawa gelombang laut menuju ke tengah laut, hehe. Untungnya guide kami berhasil untuk membawanya ke tepian. Kemudian kita segera naik ke pulau Kakaban menuju danau tengah pulau ini.
Ubur-Ubur adalah icon di pulau ini
Menurutku pulau Kakaban ini lebih istimewa dibandingkan pulau-pulau yang lainnya. Pulau ini terlihat lebih indah dan jernih air lautnya. Selain itu yang menjadi *icon di tempat ini adalah ubur-ubur yang sangat banyak di danau tengah pulau ini. Untuk itu kita segera tidak sabar ingin bersnorkeling di danau tengah pulau Kakaban ini. Sesampainya di danau tengah pulau Kakaban ini ternyata sudah banyak pengunjung yang bersnorkeling. Namun danau ini tetap indah dan sangat bagus, air di danau ini payau sehingga terasa tidak sepenuhnya asin. Sewaktu aku menceburkan diri ke danau satu kata yang terucap, *Subhanalloh…. Begitu banyak ubur-ubur yang berenang dan kadang menabrak di tubuhku. Ubur-ubur di danau ini merupakan jenis ubur-ubur yang tidak menyengat jadi kita bisa memegang dan menyentuhnya.
Ubur-ubur di danau tengah Pulau Kakaban
Guide yang menjaga kami sangatlah baik dia mengajakku untuk agak ke tengah danau. Digandengnya tanganku untuk melihat pemandangan ubur-ubur yang sangat banyak dan terlihat berenang-renang menggemaskan. Subhanalloh, begitu indahnya pemandangan underwater ini. Untungnya kamera DSLR Wahyu bisa dipakai di underwater sehingga bisa dipakai untuk mengabadikan moment disaat berenang-renang dengan ubur-ubur yang sangat banyak.
Ubur-ubur ini bisa dengan leluasa kita sentuh
Jam di tangan menunjukkan 14.00, aku masih asik bersnorkeling dan guide kami memberi kode untuk segera balik menuju speedboat. Untuk itu kita segera naik dan balik menuju speedboat. Ternyata semua sudah menunggu, tapi kita belum terlalu terlambat. Yaa beginilah jika ikut paket wisata semua jadi terikat waktu dan harus ngikutin jadwal guide tour kami.
the beauty of jelly fish
Aku dan Imah foto-foto sebentar di pinggir pulau dan segera naik ke speed dan akan melanjutkan perjalanan ke pulau yang ketiga yaitu pulau Sangalaki. Perjalanan dari pulau Kakaban menuju ke pulau Sangalaki ini tidak terlalu jauh juga,kurang lebih 30 menit perjalanan sudah sampai. Nantinya di pulau Sangalaki ini kita akan melihat dan berenang dengan ikan Pari Manta yang besar jika beruntung bisa menemukannya, hehe ^ ^.