Tanggal
7 Juli 2012, kita mempunyai planning untuk camping di bukit Nglanggeran. Pada
saat sedang proses skripsi pun, kita tetap sempatkan untuk refreshing. Walaupun
sebelumnya kita pernah juga ke tempat ini bersama teman-teman Meca-Rica, namun
untuk kesempatan ini kita akan menginap semalam di puncak bukit ini alias ngecamp. Awalnya aku bimbang juga jadi
ikut apa enggak, soalnya kebetulan saudaraku ada yang punya hajat dan aku
merasa tidak enak kalau gak ikut rewang. Tapi
akhirnya aku ikutan juga, tanpa persiapan matang.
persiapan berangkat |
Kita
berangkat dari kos Anes habis maghrib, semua logistik, dome dan barang-barang
lainnya sudah kita persiapkan, segera kita berangkat. Sampai di Nglanggeran
pukul 9.00 dan kita langsung persiapkan untuk segera naik ke puncak bukit. Karena
tanpa persiapan aku tak membawa senter, padahal
itu merupakan alat vital untuk mendaki malam seperti ini, alhasil aku dipinjami HP Upik. Berdoa, kemudian kita berangkat, sepertinya jalur pendakian ke puncak bukit sudah berbeda dengan kunjungan kita sebelumnya, karena sudah banyak alat bantu dan sebagian jalur sudah ada lampu penerang.
itu merupakan alat vital untuk mendaki malam seperti ini, alhasil aku dipinjami HP Upik. Berdoa, kemudian kita berangkat, sepertinya jalur pendakian ke puncak bukit sudah berbeda dengan kunjungan kita sebelumnya, karena sudah banyak alat bantu dan sebagian jalur sudah ada lampu penerang.
Sepertinya
pendakian waktu itu sebagai obat kerinduan mendaki gunung, sudah beberapa bulan
kita belum agendakan lagi. Perjalanan malam membuat kita agak-agak lupa jalur
sampai kita tersesat dua kali. Akhirnya sampai juga di puncak bukit, dan
ternyata banyak yang telah mendirikan dome, namun di puncak bukit hanya ada
satu dome, kemudian kita segera mendirikan dua dome. Sambil menatap keindahan
kerlip lampu dari cakrawala Nglanggeran. Lebih indah lagi, karena ditambah
cahaya bulan yang waktu itu masih menyisakan sinarnya.
masak di dome |
Dome
sudah jadi, kemudian masak mie dan tidur untuk menunggu keindahan fajar besok
pagi. Walaupun kita berada di puncak bukit namun waktu itu udara tidak dingin
sehingga kita semua bisa tidur nyenyak. Rasanya baru tidur sekejap namun sudah
ada yang membangunkan untuk sholat subuh, baru kerasa dinginnya. Namun
keindahan pagi itu sangat memakau dan menyegarkan wajah sehingga harus
mendokumentasikan moment tersebut.
sinar pagi di bukit Nglanggeran |
Setelah
puas foto-foto segera kita persiapkan untuk memasak di puncak bukit, karena
kita bawa beras, sayur, tempe dan bumbu sampai-sampai Jo pun bawa ketel, ha ha. Kompor Jo besar, tapi
untuk masa air aja membutuhkan waktu berjam-jam, akhirnya karena kita bawa
areng segera kita buat tungku dengan cekungan batu yang sudah ada, yang pertama
kita akan goreng tempe dulu. Wouw, gurihnya.
Kesibukan
kita memasak di atas bukit, menjadi pusat perhatian yang lain karena kita bawa
makanan dan logistik banyak banget. Asap dari perapian diterbangkan oleh angin
yang bertiup memutar tidak jelas, sehingga jika asap mengenai mata membuat berkaca-kaca
perih, he he. Perjuangan agar perapian selalu hidup, harus disuplai dengan kayu
ranting kering yang kita cari di sekitar dome. Selanjutnya kita akan menggoreng
telur yang ditaburi daun bawang yang banyak, aromanya setelah telur dimasukkan
di penggorengan, menyebar kemana-mana, hemm.
Menu
masak selanjutnya kita akan oseng-oseng kacang panjang, slada, ditambah sosis
bumbu udah diracik oleh Yanti dan semua sudah siap dimasak. Sebenarnya memasak
itu salah satu kesukaan momon, tapi kadang kalau di rumah malas sih. Keadaan
waktu itu membuat momon serasa jadi chef dadakan, ha ha. Nah ini nih hasil
oseng-oseng yang kita masak di puncak gunung api purba ini.
Langkah
terakhir adalah masak mie, dan yang masak mie adalah Upik dan Tyas, ditambah
sosis dan slada hijau yang sebar kelihatannya enak sekali. Semua makanan sudah
tersaji dan kita siap untuk santapp habis. Masak
di puncak bukit Nglanggeran, menjadi ajang paling istimewa waktu itu dan kita
semua menikmati kebersamaan indah waktu itu (Deni, Dono, Jo, Upik, Yanti, Tyas,
Anes dan Aku). Pukul 10.00 karena sinar matahari sudah tidak hangat lagi dan
berubah panas maka kita segera berkemas merobohkan dome dan prepare untuk
turun.
Momen
waktu itu menjadi momen yang berbeda bagiku walaupun di tempat yang sama namun
dengan suasana yang berbeda, segera kita turun dan menemukan celah batu sempit
jalur favorit kita.
Batu
hitam putih yang besar juga masih tegar dan kokoh, dan kita mendokumentasikan
kebersamaan itu dan segera berkemas untuk turun. Sampai di pendopo bawah kita
istirahat sebentar dan kita didatangi wartawan Tribun dan Harian Jogja untuk
diwawancarai. Kita ditanya mengenai pengembangan di wisata Nglanggeran terkait
dengan jenis-jenis bunga matahari yang ditanam. Memang dengan ditanamnya
berbagai jenis bunga-bunga matahari menambah keindahan dan bisa menambah
pengetahuan bagi pengunjung.
mantaf banget... tunggu cerita saya setelah ke situ yak :p
BalasHapus