Kala itu pendakianku dimulai dari kebimbanganku untuk ikut apa tidak. Akhirnya tekad dari pikiranku membawaku dalam pendakian itu. Kamis, 8 Desember 2011 sore hari, aku packing segera seperti biasa, mungkin di pendakianku ke gunung ke-4 ini, aku sudah terbiasa kebutuhan penting apa yang harus aku bawa. Pendakian ini di planning dan di ketuai oleh Anes, maklum dia lagi on fire dalam hal naik gunung. Tanpa searching informasi di internet, aku merasa penasaran seperti apa medan dalam pendakian nanti. Katanya gunung ini merupakan gunung terdingin di Jawa, tapi apakah benar? dan aku sedikit penasaran seberapa dinginnya temperatur di ketinggian itu.
Jumat, 9 Desember 2011, pukul 09.00 kita berkumpul di HMPG, ternyata yang ikut gak hanya sedikit, malah tambah personil-personil baru. Pendakian kali ini, aku merasa paling tua, yaa karena anak-anak Geografi lainnya masih angkatan 2010. Jam 10.30 kita ber-15 beserta anggota PALAGA telah sampai di Lempuyangan. Langsung kita serbu tiket kereta Pramex, menurutku kereta ini merupakan kereta favorit ya hampir sama kayak kereta di Jepang atau Korea.
Seperti biasa kita harus menunggu datangnya kereta sambil bercanda dan bercengkrama hal-hal yang tidak bermutu. Ya begitulah anak-anak muda, memang indahnya masa muda. Aku rasa moment seperti itu harus diabadikan dengan foto-foto, termasuk menuliskan ceritanya pada blog ini. Aku percaya
semua orang bisa menulis, dan aku buktikan bahwa aku juga bisa walaupun tulisan yang aku buat kadang membingungkan juga. Aku ingat, "menulislah, maka kau akan ada". he he...
semua orang bisa menulis, dan aku buktikan bahwa aku juga bisa walaupun tulisan yang aku buat kadang membingungkan juga. Aku ingat, "menulislah, maka kau akan ada". he he...
Turun di stasiun Balapan Solo, untungnya kita ketemu mas-mas yang kebetulan rumahnya Tawangmangu, jadi kita cari bis nya bareng. Alhamdulillah, dapet bis turun di terminal Tawang Mangu, langsung kita melanjutkan ke base camp Cemoro Kandang pake bis tuyul. Satu bis tuyul mampu menampung kita ber-15 plus karier kita yang besar-besar, memang umpel-umpelan sudah merupakan hal yang biasa.
Sampailah kita di base camp Cemoro Kandang, sesampainya di tempat ini udara sudah dingin banget. Belum lagi nanti kalo kita semua udah mendaki ke ketinggian 3000an bisa-bisa kita membeku kedinginan. Aklamasi tubuh ini selalu berusaha beradaptasi dengan suhu udara bagaimanapun. Lawu memang dinginn...
Perut terasa lapar, dan kita semua segera menuju warung makan di depan base camp. Setelah kita kenyang makan kita segera menuju base camp untuk sholat dzuhur N ashar, ada rencana kalau kita mau mendaki pukul 16.00 sore. Menurutku memang itu merupakan pilihan terbaik karena perjalanan pendakian ke gunung Lawu memang panjang dan membutuhkan waktu sekitar 8 jam pendakian. Akhirnya kita semua packing dan segera memulai melakukan pendakian, yang selalu kita awali dengan berdoa bersama-sama.
Perut terasa lapar, dan kita semua segera menuju warung makan di depan base camp. Setelah kita kenyang makan kita segera menuju base camp untuk sholat dzuhur N ashar, ada rencana kalau kita mau mendaki pukul 16.00 sore. Menurutku memang itu merupakan pilihan terbaik karena perjalanan pendakian ke gunung Lawu memang panjang dan membutuhkan waktu sekitar 8 jam pendakian. Akhirnya kita semua packing dan segera memulai melakukan pendakian, yang selalu kita awali dengan berdoa bersama-sama.
Keceriaan
wajah ke-15 orang masih terlihat di pancaran mimik wajah mereka, tapi tetep
dengan selipan break untuk minum dan mengatur nafas pendakian pertama. Yang
menyenangkan adalah joke-joke lucu dari teman-teman pendaki yang membuat
perjalanan semakin menyenangkan.
Jalur
cemoro kandang, memang jalur yang tidak berbatu jadi untuk sepatu yang tidak
memiliki alas yang bergerigi siap-siap untuk terpeleset. Sepatu memang menjadi
faktor pendukung utama safety-nya di dalam pendakian. Wajar kalau erosi sudah
intensif terjadi di gunung Lawu, karena gunung ini sudah tidak aktif lagi. Jalan
yang kita lewati merupakan jalan aliran air jika turun hujan, jalan lembah yang
dalam perkembangannya disebut gully dalam
geomorfologi.
Setapak
demi selangkah kita lewati medan, akhirnya sudah 4 jam pendakian dan kita sudah
melewati 2 pos pendakian gunung Lawu jalur Cemoro kandang, capeknya. Selain
gelapnya malam,kita melewati igir jurang yang cukup curam, namun kita semua
dikejutkan dengan keindahan bintang buatan kerlipan lampu kota yang ada di
bawah. Subhanallah indahnya, kita juga bisa tau awan mendung yang berada di
bawah kita dan kemudian menutup keindahan kerlip bintang-bintang lampu-lampu di
bawah. It’s wonderfull.
Pukul
23.00 akhirnya setapak demi setapak kita temukan pos 3, namun telah ada 2
pendaki yang bukan kelompok kita sudah menempatinya umurnya pun sudah bapak-bapak.
Kita ijin juga untuk singgah menempatinya, dan langsung kita buka kompor and
buat mie karena perut harus perlu diisi karena laper dan kita butuh suplai
energi. Kita makan dengan lontong yang kita bawa, hmm…nyammy. Suhu udara pun
dinginn banget.
Ternyata
2 bapak-bapak yang tadi, sedang menunggu teman-temannya yang tertinggal di
belakang. Salah satu dari temen bapaknya ada yang baru keluar dari rumah sakit,
namun tetep nekat ikut mendaki Lawu yang entah tujuannya buat apa. Katanya
juga, sakitnya ginjal lagi, haduhh obrolan pembicaraan kita dengan salah satu
bapaknya tentang menyangkut politik dan pemerintahan di negeri ini, yang
tentunya selalu berhubungan dengan hal yang sensitive membuat obrolan tidak
menyenangkan. Tambah lagi si Jo yang membicarakan film Partai Anggaran Semua
Untukmu atau (ASU), yang menambah suasana menyebalkan.
Di
luar base camp ini aku menjamak solat maghrib dan isya, yang penting udah
tenang kalau udah sholat. Pukul 24.15 kita melanjutkan pendakian kembali,
ternyata pendakian masih terlampau jauh, tapi kita masih punya tekad untuk
melewati medan yang meliuk-liuk memutari lembah yang panjang. Beruntung kita di
ketinggian sekitar 3000 m.dpal melihat terang cahaya dari bulan yang romantis,
indahnya. Selain itu tidak hujan juga, kaki, tubuh semua sudah tidak berdaya
tapi yang jelas tekad kuat untuk melanjutkan pendakian selalu menyala membara.
Pendakian kita lanjutkan.
Sampailah
kita di Pos 4 sekitar 3.025 m dpal, posnya agak lumayan besar dan dapat untuk
tidur tanpa harus mendirikan dome, idekupun muncul kalau dome buat alas tidur
aja, akhirnya digelar dan tidur di sleeping bag. Tapi dinginnya menusuk-nusuk tubuh, memang Lawu
sangat dingin. Lagi pas mau tidur, eh Anes malah sesak nafas, ya kita kurang
tau mau berbuat apa. Tapi aku coba tidur dan aku manipulasi rasa dinginku untuk
hilang. Untuk Anes Cuma bisa kasih support aja buat dia.
Pagi
hari, aku dibangunkan suara rintihan Anes yang katanya masih sakit dadanya,
kemudian aku mengantarnya untuk bangun dan keluar pos. Wauww aku dikejutkan
dengan keindahan padang ilalang yang menguning, sumpah padang ilalang yang aku
lihat berada di sekelilingku cukup sangat mengagumkan.
Kemudian
aku sholat juga di tengah-tengah rumput ilalang, dan berwudlu dengan embun.
Kemudian semua mau melanjutkan ke puncak kecuali Sharwan yang tadi malem asma,
Rian, N Anes yang merasa tidak kuat. Yaudah kita lanjutkan perjalanan ke puncak
dengan membawa minum dan makanan aja.
Semakin
menuju puncak hamparan padang ilalangnya semakin bagus, hamparan prairie-nya
serasa di luar negeri. Indah banget.
Di
tengah-tengah semak belukar yang membeku di suhu dinginnya gunung Lawu, sangat
menyenangkan.
Di
padang ilalang yang agak bawah terdapat pohon yang cukup bagus, foto-foto
disana.
Kemudian
kita melanjutkan perjalanan ke puncak kalau gak salah, nama puncaknya Hargo
Dumilah, di sepanjang rute perjalanan menuju puncak banya hamparan tumbuh
bunga-bunga edelweiss yang belum mekar tapi sangat indah.
Di
ketinggian hampir mendekati pundak gunung Lawu ini, ternyata ada beberapa bukit
yang cukup membingungkan, dan membayangkan bagaimana dulunya gunung Lawu ini di
kala masih aktif, ya, karena saking gedenya.
Aku
sama Yuli Cuma tinggal berdua karena udah disalip ma Jo, kita atur nafas untuk
sampai ke puncak karena jalur yang kita lewatin udah batu dan kerikil. Akhirnya
kita berdua bisa menyusul sampai puncak.
Kemudian
foto-foto di puncak, sampai rasa capek kita hilang begitu saja, karena rasa
bangga kita telah menakhlukan puncak Lawu.
Ketinggian 3265 m dpal bisa aku capai
Setelah
puas, kita segera kembali ke Pos 4, karena kita harus segera mengisi perut,
karena sudah super lapar. Sesampainya di pos aku ketemu Anes and menanyakan
keadaannya gimana. Yaa..mungkin dia agak kurang puas juga karena tidak bisa
sampai puncak, padahal dia tuh paling semangat. Don’t worry nes, itu pasti bisa
dicoba lagi. Kemudian kita foto-foto di atas awan.
Karena
view-nya malah bagus di Pos 4 karena bisa merasa di atas awan.
Kemudian
kita segera buat mie tengah rumput ilalang. Kalau pas ini kita membuat menu mie
yang agak special karena, ada campuran sarden, sosis and nyummy banget. Selain
itu juga buat kopi ala dingin, pokoknya di makan juga pakai roti tawar, wah
nyummy banget.
Segera
kita packing untuk turun, dan kita semua memutuskan untuk melewati jalur Cemoro
Sewu. It’s okay, malah kita bisa melewatin dua medan yang berbeda. Kemudian tak
sengaja juga aku bertemu dengan Budi, aku kaget banget Karena sudah 3 tahun
lamanya kita gak ketemu, dia merupakan temanku ketika seleksi di Madawirna tapi
gak lolos. He he, malah kita ketemunya di gunung. Pertemuan yang sangat
kebetulan, dan yang sangat membuat iri dia udah ndaki Semeru huaa…
Kita
berjalan turun dengan seksama, hati-hati karena kita melewati medan yang
berbatu dan berundak-undak. So, kaki kita harus seirama dalam mengatur jejak
langkahnya. Eits tak sengaja lagi malah
ketemu Milka, dia sekarang adalah anak Menwa UNY yang juga sedang fisik ke
Lawu, langsung aja aku, Budi dan Milka terheran-heran kok bisa ya, kita bertemu
di Lawu, padahal kita dulu adalah calon warga Madawirna. He he, ya, itu udah
merupakan kehendak Tuhan.
Ternyata
perjalanan turun sangat begitu lama, jarak pos antar pos juga sangat jauh,
capekk sekali rasanya. Kakikupun aku paksa untuk tetap kuat berjalan menapaki
medan berbatu itu.
Haikk,
sekitar seharian perjalanan turun jam 3.00 sore aku udah sampai di pos base
camp Cemoro Sewu. Kemudian sholat makan, dan pulang menuju stasiun Solo
Balapan.
Naik
bis tuyul yang sumpekk sampai stasiun untuk mengejar waktu kereta pramex,
untungnya dapet juga, kereta pramex memang menjadi pilihan kereta favorit. Dan
kita menikmati perjalanan pendakian ini dan membawa sejuta cerita dan kenangan
kembali ke Jogjakarta kota tercinta. Pendakian bersama Palaga yang
menyenangkan. Bye.
huasik min...kekek...q guyu ngakak pas kmu nulis sebel denger joke gak mutu Jo ttg partai ASU..wkwkk
BalasHapusHah ha,, lha nyebelin to nes,, wis sebel ngrungokke pendapate bapake tentang chaoss, malah jo nambahi ngomong partai ASU gek ra mandeg-mandeg, marahi jededeg
HapusMomon kereeeeeeeeeeennnn... aku belum pernah ngrasaiin 'ndaki'... kamu ikut komunitas? *pokoke momon kereeeennn* :*
BalasHapushah ha,,makasih ri,, aku ndakinya cuma ma temen-temen yang kebetulan mau ndaki aja, kapan-kapan mau mencoba mendaki bareng aku po?hi hi hi, nyobain sekali-kali, ngerasain sensasinya..he
Hapusmon... long time no see :D akhir2 ini nge-blogging terus mampir ke tempatmu. kangen ih. sekali sekali pengen ngrasain gini. eh, gimana kabarnya bontang? *eh, cmiiw :D
Hapus