Setidaknya mengenang dan membaca kembali diary kecilku di masa SMP menyebabkan diriku harus membaca puisimu yang masih tersimpan...Momen yang aneh bila dikenangkan...di umurku yang masih 15 tahun, di masa yang sudah berlalu.
RUPA-RUPA
SEMU
Kala kilau terbias dari wajah diam yang
terbentang
Pesona beribu warna mengundang arti
Mata-mata semu terlelap menatap
Imaji melayang bak puisi-puisi mimpi
Yang terbijak lantang berdendang
Rupa-Rupa semu…
Selami hati dengan budi
Ranting patah dihati mati
Nan kering di tanah
Hilang badan terjebak oleh imaji-imaji
mimpi
Rupa-rupa semu…
(Puisi from Albert to Qiamyna at Friday, 4
Maret 2005)
Merah temaram nanar
Seakan ingin menyeruak
Diantara kekeringan pekat
Kubaringkan angan diatas permadani
Bersulam mimpi
Begitu lelah
Tampak di wajah malam
(Puisi from Albert to Qiamyna at 6 Maret
2005)
DEWI MALAM
Malam berkabut di puncak Turgo
Sang Dewi malam enggan melantunkan
tembang-tembang sunyi
Pekat serasa menyelimuti relung imaji
Pun celoteh malam kian lirih
Mengiringi tarian resah
Sang jiwa mati
(Puisi from Albert to Qiamyna at 13 Maret
2005, Puncak Turgo Kaliurang 00.25)
Santunmu…
Adalah lantunan perkusi yang menyapa
Irama-irama mantranya yang melagu
Meninabobokan jiwa yang gundah
Tapi…
Mengapa sang pelantun mesti bersembunyi
Dibalik kesunyian
Ketika malam berharap pelangi
Tuk sanding bulan
Mungkin…
Aku bagai memintal buih
Menjadi permadani
(Puisi from Albert to Qiamyna at 28 Maret
2005)
NYANYIAN HATI
Bukanlah matahari atau indahnya purnama
Bukan pula gerhana ataupun tajamnya pedang
Resah, gundah, kerinduan
Tiada lain hanya alunan-alunan imaji dalam
diri
Yang ingin kuterbangkan bersama angin
Hingga merasuk ke relung-relung istana hati
Namun andai itu tiada arti
Cukuplah bijak dengan sedikit senyum
Dan lambaian tangan
Tutuplah rapat-rapat
Pintu dan jendela istana hatimu
Biarlah sang waktu yang akan menggiring
mimpi-mimpi ini
Dengan tembang-tembang sunyi
(Puisi from Albert to Qiamyna at 28 Maret 2005)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar