Rabu, 2-07-2014 rencana jalan-jalan kali ini adalah menuju Uma *rumah panjang suku Dayak. Lokasi rumah panjang
ini dekat dengan mes, sehingga hanya perlu jalan sebentar menuju tempat ini.
Kali ini kita jalan-jalan jam 10.00 siang agar pencahayaan hasil foto lebih
bagus dari kemarin. Rumah panjang ini terlihat panjang dan besar sesuai dengan
namanya. Terdiri dari beberapa kamar, yang sebenarnya fungsinya adalah sebagai
tempat menginap para wisatawan yang berkunjung di desa Setulang ini.
Uma *rumah panjang suku Dayak Kenyah Setulang Malinau |
Namun jika dilihat lebih kedalam, rumah panjang ini agak
kurang terawat di setiap kamarnya. Zaman dulu, suku Dayak masyarakatnya tinggal
bersama-sama di rumah panjang seperti ini. Namun sekarang semua sudah tinggal
di rumah masing-masing, dan rumah panjang ini dilestarikan keberadaannya untuk
pengembangan wisata desa Setulang. Rumah panjang ini juga penuh dengan
ornament-ornament lukisan khas Dayak, jadi kita bisa foto dari berbagai sisi.
Hunting foto pada siang hari tentunya lebih menghasilkan gambar
foto yang bagus, karena efek pencahayaan matahari yang cerah dan sangat
mendukung. Berharap pada waktu itu, seandainya kita dapat mengabadikan dengan
kamera DSLR, namun tidak menjadi masalah dengan kamera digital yang selalu
menemani di setiap perjalananku setidaknya dapat mendokumentasikan di setiap
moment perjalananku yang selalu berbeda.
Setelah puas menikmati keunikan rumah panjang kemudian kita
akan menuju balai adat untuk mengunjungi stand warung Bu Aya yang menjual
manik-manik khas Dayak. Bu Aya adalah wanita single parent yang kreatif, dia membuat berbagai manik-manik dari
kalung, gantungan kunci, taplak meja, dan berbagai anyaman rajutan dari benang
wol. Harga manik-manik disini agak lumayan mahal juga, untuk itu sebagai
oleh-oleh nanti aku membeli beberapa kalung dan gantungan kunci khas Dayak ini.
di Balai Adat desa Setulang |
Bu Aya selalu menjaga stand warung ini sambil mengasuh cucu pertamanya yang masih berusia 4 bulan. Waktu itu dia menggendong cucunya itu untuk mengambil jenang untuk makan
siang. Cucunya itu bernama *Christian, lantas dengan melihat gendongan suku
Dayak Kenyah yang unik kemudian aku ingin sekali mencoba untuk menggendongnya.
Dengan senang hati Bu Aya mengizinkanku untuk menggendong
Christian dan berfoto bersama di depan Balai adat desa Setulang ini. Aku
beruntung sekali bisa berfoto dengan jagoan kecil suku Dayak ini dengan backgrond balai Adat yang sangat bagus.
Aku bersyukur sekali ketika menggendong Christian, dia tidak
menangis malah justru dia mau melihat di setiap lensa kamera yang sedang menggambil
gambarnya. Alhasil walaupun dengan menggunakan kamera HP smartphone milik Dwi
Indar, tetap menghasilkan efek gambar foto yang bagus, alhamdulillah.
ukiran kayu khas Dayak Kenyah |
Perjalananku kali ini dalam mengelilingi desa Setulang
menjadi moment jalan-jalanku yang berbeda. Tentunya berkat ramahnya suku Dayak
Kenyah di sini seperti Bu Aya, yang mengizinkan dengan senang hati foto dengan
cucu pertamanya yang baru berusia 4 bulan. Semua ini akan menjadi kenangan dan
menjadi bagian dari proses perjalanan hidupku selama aku mengabdi mengajar di
bagian daerah Kabupaten Malinau ini.
Saat perjalanan menyusuri sungai ke hulu Setulang |
Aku akan terus melangkah, melanjutkan perjalanan-perjalanan
hidupku, dan menuliskan di setiap moment yang berbeda. Semua ini akan menjadi
bagian dari proses perjalanan hidup seorang Amin Fitriyah, yang selalu berusaha
untuk berani bermimpi dan memberi nyawa pada mimpi-mimpi itu. Berharap aku bisa
menjadi travel writer dan
menghasilkan buku perjalanan seorang Amin Fitriyah.